Kejayaan Islam dalam
membangun peradaban manusia tidak bisa dibantah. Dalam sejarah peradaban Islam
tercatat tinta emas bagaimana para shahabat dengan semangat mempelajari ilmu
pengetahuan baik dari al-Qur’an dan hadis. Kemudian melahirkan berbagai cabang
ilmu pengetahuan yang diaplikasikan ke dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Pada abad I Hijriyah,
begitu semangatnya para shahabat belajar langsung kepada Rasulullah SAW. Mereka
menghafal setiap ayat al-Qur’an yang disampaikan Rasulullah SAW, bahkan karena
takut lupa mereka mencatat di kulit, tulang, dan berbagai macam media lainnya.
Mereka kemudian
mengklasifikasikannya dalam berbagai bidang seperti ilmu fikih, akidah, ahklak,
hukum, tauhid, faraid, kalam, filsafat,
matematika, bahasa, mantiq dan lain
sebagainya. Dari sini muncul tokoh-tokoh Islam berpengaruh dari generasi ke
generasi. Pada generasi sahabat, misalnya, terdapat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar
bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas`ud, Zaid
bin Tsabit, Abdullah bin Abbas dan lain sebagainya. Dengan ilmu pengetahuan
dasar tauhid, akidah dan akhlak lahirlah semangat untuk mencintai ilmu
pengetahuan sampai pada masa tabi’in, hingga masa kekhalifahan Umayyah dan
Abasiyah.
Pada masa Harun Ar-Rasyid,
khalifah kelima Abbasiyah dilanjutkan khalifah Ma’mun Ar-Rasyid, Islam
berkembang pesat. Dimana saat itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu
pengetahuan dunia. Beberapa bukti kejayaan itu antara lain kekhalifahan Islam
berhasil mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.
Membangun kota Baghdad
yang terletak di antara sungai Eufrat dan Tigris dengan bangunan-bangunan
megah. Yang tidak kalah pentingnya adalah membangun tempat-tempat peribadatan,
sarana pendidikan, kesenian, kesehatan, dan perdagangan. Bahkan pada saat itu
juga didirikan Baitul Hikmah, sebagai pusat penelitian dan kajian yang menyedot
minat pelajar dari seluruh penjuru dunia untuk menempuh pendidikan perguruan
tinggi, melakukan penelitian dan studi kepustakaan.
Dikenalkan pula
semacam majelis al-muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah
keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana. Hal
ini membuktikan bagaimana pemerintah sangat memperhatikan para ilmuwan dengan
memberikan berbagai macam fasilitas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dipadukan dengan kebutuhan masyarakat dan pemerintah pada saat
itu.
Kemajuan ilmu dan keluhuran akhlak
Pada zaman kemajuan
peradaban Islam abad ke-7 sampai 17 tak hanya melahirkan generasi yang mumpuni
di bidang keagamaan tapi juga berbagai ilmu pengetahuan. Era itu banyak
melahirkan para ilmuwan di berbagai bidang dengan berbagai temuan teori-teori
baru yang menjadi sumbangan besar bagi sejarah peradaban dunia.
Di bidang matematika misalnya,
para pakar matematika Muslim telah memberi kontribusi nyata dan menemukan
berbagai macam teori di bidang matematika seperti yang kita kenal sekarang.
Mereka menemukan sistem bilangan desimal, sistem operasi dalam matematika
seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, eksponensial, dan
penarikan akar.
Tak cuma itu, mereka
juga memperkenalkan angka-angka dan lambang bilangan, termasuk angka “nol” (zero).
Mereka antara lain juga menemukan persamaan kuadrat, algoritma, fungsi sinus,
cosinus, tangen, cotangen, dan lain-lain. Pakar matematika Muslim itu antara
lain : al-Khawarizmi, al-Kindi, al-Karaji, al-Battani, al-Biruni, dan Umar
Khayyam.
Di kalangan masyarakat
Barat, al-Khawarizmi lebih dikenal dengan nama Algorisme atau Algoritme. Ia telah
banyak menemukan teori-teori dalam matematika dan populer dengan sebutan Bapak
Aljabar. Teori Aljabar itu ia tulis dalam kitabnya yang bertajuk Kitab
Al-Jabr wal Muqabalah atau buku tentang pengembalian dan pembandingan.
Teori ‘algoritme’ dalam matematika modern diambil dari namanya, karena dialah
yang pertama kali mengembangkannya.
Sementara di bidang
kimia ada nama Jabir Ibnu Hayyan, al-Biruni, Ibnu Sina, ar-Razi, dan
al-Majriti. Jabir Ibnu Hayyan yang telah memperkenalkan eksperimen (percobaan)
kimia mendapat predikat ‘Bapak Kimia Modern’. Sementara dalam bidang biologi
para ilmuwan Muslim yang ikut memberikan kontribusi besar antara lain al-Jahiz,
al-Qazwini, al-Damiri, Abu Zakariya Yahya, Abdullah Ibn Ahmad Bin Al-Baytar,
dan al-Mashudi.
Al-Jahiz adalah
pencetus pertama teori evolusi. Sayang namanya tidak disebutkan dalam buku-buku
pelajaran biologi di sekolah maupun di perguruan tinggi. Pelajar dan ma-hasiswa
lebih mengenal nama Charles Darwin, ilmuwan yang hidup seribu tahun sepeninggal
al-Jahiz.
Sedangkan di bidang
fisika ada Ibn Al-Haitham, Ibnu Bajjah, al-Farisi dan Fakhruddin Ar-Razi.
Selain jago fisika, Fakhruddin Ar-Razi juga jago matematika, astronomi, dan
ahli kedokteran. Ia adalah Ulama yang Intelek. Seorang mufassir yang ahli
kedokteran, juga seorang faqih yang jago matematika.
Para ilmuwan Muslim
yang hidup di era keemasan Islam itu memang jago di bidang ilmu kealaman,
sekaligus pakar agama. Mereka ahli tafsir, ahli hadis, dan bidang-bidang
lainnya. Hal ini semakin memperkokoh perkembangan sains Islam yang melahirkan
berbagai disiplin ilmu pengetahuan serta menjadi kontribusi besar dari umat
Islam untuk membangun peradaban dunia.
Fakta ini diamini oleh
Sejarawan Barat, W Montgomery Watt. Dalam analisanya tentang rahasia kemajuan
peradaban Islam. Ia mengatakan bahwa Islam tidak mengenal pemisahan yang kaku antara
ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain, dijalankan
dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya dan
memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah.
Peradaban Islam memang
mengalami jatuh-bangun, berbagai peristiwa telah menghiasi perjalanannya. Meski
demikian, orang tidak mudah untuk begitu melupakan peradaban emas yang berhasil
ditorehkannya untuk umat manusia ini. Pencerahan pun terjadi di segala bidang
dan di seluruh dunia.
Gustave Lebon memberi
kesaksiannya, bahwa terjemahan buku-buku bangsa Arab, terutama buku-buku
keilmuan hampir menjadi satu-satunya sumber-sumber bagi pengajaran di
perguruan-perguruan tinggi Eropa selama lima atau enam abad. Tidak hanya itu,
Lebon juga mengatakan bahwa hanya buku-buku bangsa Arab-Persia lah yang
dijadikan sandaran oleh para ilmuwan Barat seperti Roger Bacon, Leonardo da
Vinci, Arnold de Philipi, Raymond Lull, Santo Thomas, Albertus Magnus dan
Alfonso X dari Castella.
Kemajuan Barat yang timpang
Sangat disayangkan
ketika kemampuan ulama Islam ini mulai mengundang perhatian dunia Barat.
Ilmuwan Barat membangun peradaban dunia dengan teknologi modern namun
meninggalkan nilai-nilai ajaran Islam. Tonggak sejarah peradaban Barat terjadi
pada masa renaissance Eropa pada abad ke-15 M dimana mereka
mengembangkan ilmu pengetahuan dari Islam, namun berusaha membebaskan diri dari
pengaruh ajaran agama.
Karena tidak didukung
dengan pemahaman agama, hasil peradaban yang mereka bangun berorientasi sekuler
dan liberal. Lalu berkembang pemahaman yang memisahkan antara kepentingan dunia
dan akhirat. Akhirnya muncul pemikiran dan berbagai peraturan yang menginginkan
adanya pemisahan antara negara dan agama. Tanpa disadari peradaban sekuler dan
liberal ini berhasil menjauhkan manusia dari ajaran agama.
Disini terjadi
perbedaan yang menonjol antara orientasi peradaban umat Islam dan orientasi
peradaban Barat. Masyarakat sekuler dan liberal cenderung menghendaki dunia
yang bebas tanpa aturan agama. Doktrin agama bagi mereka dianggap sebagai racun
penghalang kemajuan zaman.
Hal ini yang membuat
situasi dan kondisi jauh berbeda dengan kondisi ketika Islam mencapai puncak
kejayaan antara lain; ketika Islam meraih puncak keemasan, peradaban manusia
dibangun dengan dasar akhlak dan tauhid. Sementara pada masa renaissance
Eropa, kondisi justru sebaliknya, dimana terjadi pergeseran nilai-nilai
peradaban yang semula berorientasi kepada akhlak yang mulia, pengetahuan dan
pemahaman agama, berubah menjadi peradaban yang berorientasi pada kehidupan
dunia (materialistik).
Menurut Sekjen Majelis
Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Bachtiar Nasir Lc, beberapa kelompok
yang tidak menghendaki kejayaan Islam membuat sekenario besar (grand design)
untuk menghancuran Islam dari dalam.
Selain itu, ada pula pendekatan kalangan Muslim sendiri yang keliru
dalam konsep dan praktiknya. Misalnya ide iman dan taqwa (Imtaq) dan
ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Awalnya, ide ini bagus tapi
membuat pesantren kehilangan fungsinya sebagai tempat bertafaqquh fid din
sehingga keduniaannya lebih menonjol. Demikian juga yang terjadi di beberapa
perguruan tinggi Islam jurusan bahasa Arab, ushuluddin, dakwah dan jurusan-jurusan
lain semakin sepi.
Dari sisi lain,
pendekatan ini juga bisa dilakukan kelompok di luar Islam untuk melancarkan
salah satu misinya yaitu deradikalisasi Islam. Namun tidak menyurutkan semangat
para ulama dan para santri untuk memperdalam ilmu-ilmu dasar agama. “Jadi kalau
saya melihat deradikalisasi ini adalah bentuk serangan sekaligus keputusasaan
kelompok sekuler dan liberal dalam menghancuran Islam,” terangnya.
Pada dasarnya
peradaban dunia yang sekuler dan liberal menjadikan manusia sebagai makhluk penguasa
yang serakah. Akidah dan akhlak mereka semakin tidak terkontrol dan menjadikan
perilaku mereka seperti binatang. Ketika Islam jaya, tidak akan membiarkan
negeri manapun terjajah oleh negeri lain. Kesatuan dan kebersamaan selalu
dijaga dengan mengedepankan saling menghormati dan menghargai.
Berbeda ketika dunia
Barat menancapkan hegemoninya di dunia, mereka selalu berusaha melemahkan
negara lain agar lebih mudah menguasai sumber daya alam, ilmu pengetahuan dan
sumber daya manusianya. Hal ini pengaruh dari orientasi renaissance
Eropa yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang bebas menentukan pilihan
sendiri dan dalam posisinya sebagai penguasa atas alam.
Maka tidak bisa
dipungkiri bahwa kemajuan seseorang dimanapun tidak bisa lepas dari ajaran agama
Islam. Dalam bidang apapun baik ilmu pengetahuan, politik, sosial, budaya,
ketahanan dan keamanan negara, al-Qur’an dan hadis menjadi sumber dasar hukum
dan pedoman hidup. Dengan menjadikan al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup
maka orientasi yang terbangun untuk membangun peradaban adalah mencapai
kejayaan, tidak untuk dirinya sendiri tapi untuk seluruh alam.
Inilah yang disebut
konsep Islam rahmatan lil `alamin bahwa Islam tidak merusak tapi
membangun peradaban. Berbeda jauh dengan orang yang belajar ilmu pengetahuan
tanpa didasari ajaran agama, orientasi dari orang tersebut cenderung merusak,
liberal dan sekuler.