Selasa, 15 April 2014

Abad-abad Keemasan Peradaban Islam




Kejayaan Islam dalam membangun peradaban manusia tidak bisa dibantah. Dalam sejarah peradaban Islam tercatat tinta emas bagaimana para shahabat dengan semangat mempelajari ilmu pengetahuan baik dari al-Qur’an dan hadis. Kemudian melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diaplikasikan ke dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada abad I Hijriyah, begitu semangatnya para shahabat belajar langsung kepada Rasulullah SAW. Mereka menghafal setiap ayat al-Qur’an yang disampaikan Rasulullah SAW, bahkan karena takut lupa mereka mencatat di kulit, tulang, dan berbagai macam media lainnya.

Mereka kemudian mengklasifikasikannya dalam berbagai bidang seperti ilmu fikih, akidah, ahklak, hukum, tauhid, faraid,  kalam, filsafat, matematika, bahasa, mantiq dan  lain sebagainya. Dari sini muncul tokoh-tokoh Islam berpengaruh dari generasi ke generasi. Pada generasi sahabat, misalnya, terdapat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas`ud, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas dan lain sebagainya. Dengan ilmu pengetahuan dasar tauhid, akidah dan akhlak lahirlah semangat untuk mencintai ilmu pengetahuan sampai pada masa tabi’in, hingga masa kekhalifahan Umayyah dan Abasiyah.

Pada masa Harun Ar-Rasyid, khalifah kelima Abbasiyah dilanjutkan khalifah Ma’mun Ar-Rasyid, Islam berkembang pesat. Dimana saat itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia. Beberapa bukti kejayaan itu antara lain kekhalifahan Islam berhasil mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.

Membangun kota Baghdad yang terletak di antara sungai Eufrat dan Tigris dengan bangunan-bangunan megah. Yang tidak kalah pentingnya adalah membangun tempat-tempat peribadatan, sarana pendidikan, kesenian, kesehatan, dan perdagangan. Bahkan pada saat itu juga didirikan Baitul Hikmah, sebagai pusat penelitian dan kajian yang menyedot minat pelajar dari seluruh penjuru dunia untuk menempuh pendidikan perguruan tinggi, melakukan penelitian dan studi kepustakaan.

Dikenalkan pula semacam majelis al-muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana. Hal ini membuktikan bagaimana pemerintah sangat memperhatikan para ilmuwan dengan memberikan berbagai macam fasilitas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipadukan dengan kebutuhan masyarakat dan pemerintah pada saat itu.



Kemajuan ilmu dan keluhuran akhlak

Pada zaman kemajuan peradaban Islam abad ke-7 sampai 17 tak hanya melahirkan generasi yang mumpuni di bidang keagamaan tapi juga berbagai ilmu pengetahuan. Era itu banyak melahirkan para ilmuwan di berbagai bidang dengan berbagai temuan teori-teori baru yang menjadi sumbangan besar bagi sejarah peradaban dunia.

Di bidang matematika misalnya, para pakar matematika Muslim telah memberi kontribusi nyata dan menemukan berbagai macam teori di bidang matematika seperti yang kita kenal sekarang. Mereka menemukan sistem bilangan desimal, sistem operasi dalam matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, eksponensial, dan penarikan akar.

Tak cuma itu, mereka juga memperkenalkan angka-angka dan lambang bilangan, termasuk angka “nol” (zero). Mereka antara lain juga menemukan persamaan kuadrat, algoritma, fungsi sinus, cosinus, tangen, cotangen, dan lain-lain. Pakar matematika Muslim itu antara lain : al-Khawarizmi, al-Kindi, al-Karaji, al-Battani, al-Biruni, dan Umar Khayyam.

Di kalangan masyarakat Barat, al-Khawarizmi lebih dikenal dengan nama Algorisme atau Algoritme. Ia telah banyak menemukan teori-teori dalam matematika dan populer dengan sebutan Bapak Aljabar. Teori Aljabar itu ia tulis dalam kitabnya yang bertajuk Kitab Al-Jabr wal Muqabalah atau buku tentang pengembalian dan pembandingan. Teori ‘algoritme’ dalam matematika modern diambil dari namanya, karena dialah yang pertama kali mengembangkannya.

Sementara di bidang kimia ada nama Jabir Ibnu Hayyan, al-Biruni, Ibnu Sina, ar-Razi, dan al-Majriti. Jabir Ibnu Hayyan yang telah memperkenalkan eksperimen (percobaan) kimia mendapat predikat ‘Bapak Kimia Modern’. Sementara dalam bidang biologi para ilmuwan Muslim yang ikut memberikan kontribusi besar antara lain al-Jahiz, al-Qazwini, al-Damiri, Abu Zakariya Yahya, Abdullah Ibn Ahmad Bin Al-Baytar, dan al-Mashudi.

Al-Jahiz adalah pencetus pertama teori evolusi. Sayang namanya tidak disebutkan dalam buku-buku pelajaran biologi di sekolah maupun di perguruan tinggi. Pelajar dan ma-hasiswa lebih mengenal nama Charles Darwin, ilmuwan yang hidup seribu tahun sepeninggal al-Jahiz.

Sedangkan di bidang fisika ada Ibn Al-Haitham, Ibnu Bajjah, al-Farisi dan Fakhruddin Ar-Razi. Selain jago fisika, Fakhruddin Ar-Razi juga jago matematika, astronomi, dan ahli kedokteran. Ia adalah Ulama yang Intelek. Seorang mufassir yang ahli kedokteran, juga seorang faqih yang jago matematika.

Para ilmuwan Muslim yang hidup di era keemasan Islam itu memang jago di bidang ilmu kealaman, sekaligus pakar agama. Mereka ahli tafsir, ahli hadis, dan bidang-bidang lainnya. Hal ini semakin memperkokoh perkembangan sains Islam yang melahirkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan serta menjadi kontribusi besar dari umat Islam untuk membangun peradaban dunia.

Fakta ini diamini oleh Sejarawan Barat, W Montgomery Watt. Dalam analisanya tentang rahasia kemajuan peradaban Islam. Ia mengatakan bahwa Islam tidak mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain, dijalankan dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah.

Peradaban Islam memang mengalami jatuh-bangun, berbagai peristiwa telah menghiasi perjalanannya. Meski demikian, orang tidak mudah untuk begitu melupakan peradaban emas yang berhasil ditorehkannya untuk umat manusia ini. Pencerahan pun terjadi di segala bidang dan di seluruh dunia.

Gustave Lebon memberi kesaksiannya, bahwa terjemahan buku-buku bangsa Arab, terutama buku-buku keilmuan hampir menjadi satu-satunya sumber-sumber bagi pengajaran di perguruan-perguruan tinggi Eropa selama lima atau enam abad. Tidak hanya itu, Lebon juga mengatakan bahwa hanya buku-buku bangsa Arab-Persia lah yang dijadikan sandaran oleh para ilmuwan Barat seperti Roger Bacon, Leonardo da Vinci, Arnold de Philipi, Raymond Lull, Santo Thomas, Albertus Magnus dan Alfonso X dari Castella.




Kemajuan Barat yang timpang

Sangat disayangkan ketika kemampuan ulama Islam ini mulai mengundang perhatian dunia Barat. Ilmuwan Barat membangun peradaban dunia dengan teknologi modern namun meninggalkan nilai-nilai ajaran Islam. Tonggak sejarah peradaban Barat terjadi pada masa renaissance Eropa pada abad ke-15 M dimana mereka mengembangkan ilmu pengetahuan dari Islam, namun berusaha membebaskan diri dari pengaruh ajaran agama.

Karena tidak didukung dengan pemahaman agama, hasil peradaban yang mereka bangun berorientasi sekuler dan liberal. Lalu berkembang pemahaman yang memisahkan antara kepentingan dunia dan akhirat. Akhirnya muncul pemikiran dan berbagai peraturan yang menginginkan adanya pemisahan antara negara dan agama. Tanpa disadari peradaban sekuler dan liberal ini berhasil menjauhkan manusia dari ajaran agama.

Disini terjadi perbedaan yang menonjol antara orientasi peradaban umat Islam dan orientasi peradaban Barat. Masyarakat sekuler dan liberal cenderung menghendaki dunia yang bebas tanpa aturan agama. Doktrin agama bagi mereka dianggap sebagai racun penghalang kemajuan zaman.

Hal ini yang membuat situasi dan kondisi jauh berbeda dengan kondisi ketika Islam mencapai puncak kejayaan antara lain; ketika Islam meraih puncak keemasan, peradaban manusia dibangun dengan dasar akhlak dan tauhid. Sementara pada masa renaissance Eropa, kondisi justru sebaliknya, dimana terjadi pergeseran nilai-nilai peradaban yang semula berorientasi kepada akhlak yang mulia, pengetahuan dan pemahaman agama, berubah menjadi peradaban yang berorientasi pada kehidupan dunia (materialistik).

Menurut Sekjen Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Bachtiar Nasir Lc, beberapa kelompok yang tidak menghendaki kejayaan Islam membuat sekenario besar (grand design) untuk menghancuran Islam dari dalam.  Selain itu, ada pula pendekatan kalangan Muslim sendiri yang keliru dalam konsep dan praktiknya. Misalnya ide iman dan taqwa (Imtaq) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Awalnya, ide ini bagus tapi membuat pesantren kehilangan fungsinya sebagai tempat bertafaqquh fid din sehingga keduniaannya lebih menonjol. Demikian juga yang terjadi di beberapa perguruan tinggi Islam jurusan bahasa Arab, ushuluddin, dakwah dan jurusan-jurusan lain semakin sepi.

Dari sisi lain, pendekatan ini juga bisa dilakukan kelompok di luar Islam untuk melancarkan salah satu misinya yaitu deradikalisasi Islam. Namun tidak menyurutkan semangat para ulama dan para santri untuk memperdalam ilmu-ilmu dasar agama. “Jadi kalau saya melihat deradikalisasi ini adalah bentuk serangan sekaligus keputusasaan kelompok sekuler dan liberal dalam menghancuran Islam,” terangnya.

Pada dasarnya peradaban dunia yang sekuler dan liberal menjadikan manusia sebagai makhluk penguasa yang serakah. Akidah dan akhlak mereka semakin tidak terkontrol dan menjadikan perilaku mereka seperti binatang. Ketika Islam jaya, tidak akan membiarkan negeri manapun terjajah oleh negeri lain. Kesatuan dan kebersamaan selalu dijaga dengan mengedepankan saling menghormati dan menghargai. 

Berbeda ketika dunia Barat menancapkan hegemoninya di dunia, mereka selalu berusaha melemahkan negara lain agar lebih mudah menguasai sumber daya alam, ilmu pengetahuan dan sumber daya manusianya. Hal ini pengaruh dari orientasi renaissance Eropa yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang bebas menentukan pilihan sendiri dan dalam posisinya sebagai penguasa atas alam.

Maka tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan seseorang dimanapun tidak bisa lepas dari ajaran agama Islam. Dalam bidang apapun baik ilmu pengetahuan, politik, sosial, budaya, ketahanan dan keamanan negara, al-Qur’an dan hadis menjadi sumber dasar hukum dan pedoman hidup. Dengan menjadikan al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup maka orientasi yang terbangun untuk membangun peradaban adalah mencapai kejayaan, tidak untuk dirinya sendiri tapi untuk seluruh alam.

Inilah yang disebut konsep Islam rahmatan lil `alamin bahwa Islam tidak merusak tapi membangun peradaban. Berbeda jauh dengan orang yang belajar ilmu pengetahuan tanpa didasari ajaran agama, orientasi dari orang tersebut cenderung merusak, liberal dan sekuler.

Mereka yang Jadi Saksi Awal Mula Lantunan Adzan

Ketika itu, saat sudah masuk waktunya, umat tanpa dipanggil sudah berkumpul untuk menunaikan sholat. Namun ketika sudah hijrah ke M...