Senin, 20 April 2009

Satu Kisah...


Hari Senin tanggal 16 Desember 2008 Wulan mengikuti tes semester ganjil, saat itu Wulan duduk di kelas 3 SD. Kira-kira pukul 14.30 Wulan pulang sekolah dan langsung minta makan. Setelah makan Wulan tidur. Bangun tidur badan Wulan panas dan dibawa ke dokter, sepulangnya dari dokter Wulan tidur dan sekitar pukul 21.00 Wulan bangun dan meminum obat yang dokter berikan. Ketika itu juga Wulan mengalami kejang. Kami panik dan membawanya ke rumah sakit Pelabuhan Cirebon, rumah sakit yang ku anggap bagus dalam hal pelayanan, tak lain adalah agar anakku bisa ditangani dengan baik dan bisa sembuh.

Keesokan harinya Wulan terlihat sumringah, panas tubuhnya sudah normal. Ku pikir, Wulan akan pulang ke rumah dalam keadaan sehat. Ku tunggu dokter yang memeriksa Wulan, dr. Atikah, dan dokter pun datang sekitar pukul 13.00, kami dipanggil ke ruang perawat untuk mendapatkan penjelasan tentang sakit yang diderita Wulan. Pada saat itu keterangan yang dokter berikan sangat membingungkan, hasil tes darah menunjukkan trombosit masih normal, 200.000, dari panasnya dokter berpendapat Wulan menderita Types, dari kejang yang Wulan alami dokter berpendapat ada kemungkinan Wulan menderita epilepsi dan disarankan untuk scan otak. Sangat sangat tidak jelas. Bagi kami yang awam tentang ilmu kedokteran hanya menerima masukan dari dokter, dan berharap agar Wulan bisa mendapatkan perawatan yang terbaik hingga sembuh.

Hari Rabu pagi Wulan kembali diambil sampel darahnya. Hasilnya, trombosit menurun drastis, 100.000. Wulan disarankan untuk banyak makan dan minum air putih. Yah yang namanya orang sakit, boro-boro makan dan minum banyak, masuk sedikit saja sudah bagus. Pada hari Kamisnya trombosit Wulan makin menurun yaitu 84.000. Kami bertanya pada dokter dan dokter belum bisa memastikan penyakit Wulan. Lagi-lagi secara awam, hati kami sangat tidak terima dengan tindakan dokter, 2 hari berturut-turut trombosit turun ko ga ada tindakan apa-apa, yang kami mau, bagaimana caranya agar trombosit tidak turun lagi dan lebih baik lagi trombosit bisa naik, sementara Wulan tidak mau banyak makan dan minum seperti yang dokter sarankan. Dan dokter masih belum memastikan, apakah demam berdarah atau types yang Wulan derita. Dokter bilang, kami tunggu sampai 5 hari. Hah….? 5 hari anakku dibiarkan sementara trombosit anakku semakin turun….Sekilas timbul fikiran buruk pada pihak rumah sakit termasuk dokter yang menangani Wulan, “apa mereka sengaja membuat Wulan jadi ngedrop, tak berdaya?”, tapi ku coba singkirkan su’udzon itu, yang ada di benakku adalah kesembuhan Wulan.

Hari berganti lagi, hari Jum’at, trombosit turun lagi, 56.000. Masih tetap sama, Wulan dibiarkan begitu saja, hanya menerima obat yang itu-itu saja. Malam harinya Wulan mengalami sesak nafas dan batuk-batuk, pada saat itu juga oksigen dipasang untuk membantu pernafasan Wulan. Hati ini semakin perih melihat kondisi Wulan yang makin terlihat lemah. Esoknya, hari Sabtu dokter memindahkan Wulan ke ruang HCU (High Care Unit). Selain selang oksigen, ada juga kabel-kabel pendeteksi denyut nadi yang ditempel di dada Wulan. Ya Allah, Semakin jauh saja kondisi Wulan dari sehat….Sabtu sore kami diminta untuk menyediakan trombosit dan plasma. Malam harinya Wulan mendapatkan tranfusi trombosit 7 kantong dan plasma darah sebanyak 2 kantong. Kami merasa cukup tenang setelah Wulan menerima tranfusi, karena fokus kami saat itu adalah bagaimana caranya agar trombosit bisa naik.

Keesokan harinya, Minggu pagi, ayah Wulan dipanggil ke ruang perawat, disarankan untuk membeli obat yang katanya untuk mengobati plasma darah Wulan yang sudah bocor. Kami semakin bingung, toh semalam sudah tranfusi plasma, ko malah bocor? Anehnya, kami disuruh beli obat tapi tanpa resep dokter, setelah kami tanya masalah resep perawat itu bilang, dokter memberitahukan lewat telefon.. Hah…? Tercengang tak bermakna, kami hanya bisa bertanya-tanya sendiri “ko bisa bermain-main dengan nyawa manusia?”, seperti biasa, kami hanya menurut saja, yang penting Wulan bisa sembuh dan bisa menjalani hari-hari cerianya lagi. Lucunya, perawat itu bilang, “harga obat itu di rumah sakit ini 1.200.000 per botol dan Wulan butuh 2 botol. Kalau mau yang murah, beli di teman saya, harga nya 650.000 per botol”,….Sebenarnya ini rumah sakit untuk merawat dan menyembuhkan orang sakit, bukan tempat untuk bisnis jual beli obat, memanfaatkan keluarga pasien yang sedang mengharapkan kesembuhan anggota keluarganya…., jeritku dalam hati. Yah hanya bisa menjerit dalam hati saja, karena jika kami terlihat tidak menuruti mereka, kami khawatir mereka akan memperlakukan Wulan dengan lebih tidak baik lagi…..Siangnya, dokter pun datang dan memvonis Wulan positif menderita demam berdarah. Sarannya adalah memasang selang di lambung guna menguras cairan di lambung yang katanya telah terjadi pendarahan di dalam lambung. Selang pun dimasukkan ke lambung melalui hidung, selain itu, selang pun dipasang di saluran kencing yang katanya untuk melihat berapa banyak urine yang keluar. Optimis yang pernah ada pun semakin terkikis. Tak jarang ku pergi menjauhi Wulan hanya untuk menangis. Menangisi kondisi anak tunggalku yang bisa kapan saja kembali ke pelukan Yang Maha Kuasa, dan kurasa belum siap untuk itu…..

Senin pagi bibir Wulan terlihat biru. Masih bisa diajak ngobrol, walaupun dengan nafas yang tersengal-sengal. O ya, sejak selang terpasang di lambungya, wulan harus berpuasa. Kami menyesal tidak dapat memenuhi keinginan terakhirnya. Minta makan, minta minum, minta digendong…kami tidak berdaya melihat ketidakberdayaan Wulan. Mencoba pasrah dengan penuh harapan agar Wulan bisa diberi umur panjang, tapi pasrah kami hanya bisa sebatas pasrah yang memaksa kami menerima kepergian Wulan.

Tepat pukul 17.00 tubuh mungil yang sejak pagi bergeliat menahan rasa sakit mulai melemah saat kami meminta pada perawat untuk mengobati Wulan untuk sekedar menghilangkan rasa sakit yang Wulan derita karena kami sangat tidak tega melihat penderitaannya. Sesaat perawatpun menyuntikkan obat di selang infus Wulan. Beberapa menit kemudian pelan-pelan mata Wulan mulai terpejam seiring mesin pendeteksi denyut nadi yang semakin menunjukkan ke angka yang semakin kecil dan akhirnya “0”. Innalillahi wa innaillaihi roji’un…Senin tanggal 22 Desember 2008 Wulan kembali ke peluk-NYA setelah ia berjuang melawan penyakit yang dideritanya hanya dalam jangka waktu satu minggu saja. Hilang sudah semua harapan. Serasa hati ini ikut mati menerima kenyataan. Hancur, remuk, yah tak bisa terungkapkan apa yang kami rasakan. Kembali kami mengingat, semua atas kehendak-NYA, kami hanya mahluk yang wajib mempercayai ketentuan-NYA. Kami harus ikhlas. Seorang bayi mungil yang ku lahirkan pada hari Kamis tanggal 05 Juli 2001 pukul 18.00 dengan berat 3.5 kg, telah tiada, meninggalkan semua kelucuan, keceriaan, kemanjaan, kepintaran, kenakalan serta jiwa sosialnya yang akan selalu hidup di hati kami. Hanya do’a yang bisa kami berikan mengiringi kepergianmu, semoga Allah menempatkanmu di sisi-NYA yang terbaik dan menjadi bunga surga-NYA yang akan menyambut kedatangan kami. Selamat jalan Wulan, bidadari kecil kami, raja bunda tersayang…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment please...

Mereka yang Jadi Saksi Awal Mula Lantunan Adzan

Ketika itu, saat sudah masuk waktunya, umat tanpa dipanggil sudah berkumpul untuk menunaikan sholat. Namun ketika sudah hijrah ke M...